Tuesday, November 15, 2011

Embun Beku di Pegunungan Jawa


Embun beku (frost)terjadi secara teratur di pegunungan di Jawa, dan hal ini perlu diterangkan karena asal-usulnya sering tidak dipahami dengan benar (S 1968).

Embun beku terjadi karena radiasi dari permukaan bumi ke arah angkasa luar dalam landaian atau gradasi yang disebut tadi. Kejadian ini menjadikan suhu udara rata-rata di atas Jakarta pada elevasi 5000 m mencapai 1½°C di bawah nol pada siang dan malam hari sepanjang tahun, lalu pada elevasi 10000 m turun menjadi 26°C di bawah nol, dan pada elevasi 15000 m mencapai 52°C di bawah nol, sebanding dengan suhu terendah yang pernah sesaat di Siberia. Kenyataan gamblang ini, yang sekarang lazim diumumkan kepada khalayak ramai dalam lalu lintas penerbangan, mengingat kita pada cangkang sangat tipis yang mewadahi evolusi biologi dalam planet bumi kita.

Radiasi dari permukaan bumi berlangsung siang-malam, tetapi selama siang hari diimbangi oleh penyinaran oleh matahari.

Radiasi dari permukaan bumi terjadi dari semua permukaan terbuka, seperti air, pantai, lahan, dedaunan tumbuhan, juga bahan-bahan membusuk seperti rumput layu, ranting mati, dsb. Radiasi dari permukaan bumi membuat bahan-bahan tadi mendingin sehingga udara yang bersentuhan dengan permukaan yang beradiasi pun mendingin.

Ada lima faktor yang melawan pendinginan menerus itu. Semuanya dapat dimengerti dengan mudah.

Pertama, panas matahari yang masuk selama siang hari di bawah elevasi salju abadi sudah cukup untuk mengusir embun beku. Namun, semakin tinggi elevasi kemampuan ini menurun karena di tempat-tempat lebih tinggi ’suhu awal’ menjadi lebih mendukung pembentukan embun beku ini.

Faktor kedua adalah, bahwa udara dingin lebih berat daripada udara tidak dingin. Lapisan udara dinginyang sangat tipis jika bersentuhan dengan banda-benda lain, akan turun da bercampur dengan udara yang lebih panas. Selanjutnya, jelas bahwa angin akan melawan akumulasi udara beku, sedangkan udara diam lebih kondusif untuk akumulasi udara beku.

Faktor ketiga adalah, bahwa radiasi dari permukaan bumi terhalang oleh semua bahan di atas permukaan bumi. Bahan-bahan ini berupa debu, kabut, awan, juga udara lembab yang jenuh, dan menyerap radiasi dari permukaan bumi. Dengan demikian jelas bahwa kondisi atmosfer yang kering dan bersih mendukung pembentukan beku.

Faktor keempat adalah, bahwa pendinginan benda-benda beradiasi yang disebut tadi diimbangi oleh panas yang dihantar dari substratum. Oleh karena itu jumlah panasnya tergantung pada daya hantar benda-benda tadi. Batuan, permukaan air, dan tumbuhan hidup tidak mendingin atau lebih lambat mendingin dibandingkan dengan ranting-ranting kering mati atau rerumputan layu kering dan lahan berpasir kering atau lapili yang memiliki kemampuan menahan panas tinggi karena daya hantarnya yang rendah.

Kelima, topografi daerah itu sendiri. jelas bahwa agar udara dingin terkumpul, udara dingin tersebut harus tidak begerak. Tampaknya cekungan dan relung-relung di permukaan bumi adalah tempat paling cocok untuk menyimpan selapis udara beku yang diam. Tempat-tempat seperti itu disebut “kantung-kantung embun beku’. Kantung0kantung seperti ini banyak ditemukan dipegunungan di Jawa, yaitu di alun-alun dan sawahan, di bekas-bekas kawah yang tertutup endapan.

Steenis, C. G. G. J., van. 2010.Flora Pegunungan Jawa.Bogor: LIPI Press

Monday, November 14, 2011

Pandangan IEA: Waktu Berakhirnya Perubahan Iklim


Pembangkit-pembangkit energi, bangunan-bangunan, pabrik-pabrik saat ini yang dibangun diseluruh dunia sebagian besar berdasar pada mebakaran bahan bakar fosil seperti batu bara. Gambar diatas, buruh-buruh di Cina mencari batu bara yang masih bisa digunakan di tempat pembuangan batu api/bara.

(foto dari Reuters)
untuk National Geographic diterbitkan 9 November 2011



Dunia hanya mempunyai sekitar lima tahun untuk membuat perubahan haluan yang drastis dalam kebijakan-kebijakan untuk mencegah dampak hebat perubahan iklim, berdasarkan International Energy Agency (IEA).

World Energy Outlook tahunan IEA, yang dikeluarkan hari ini (9 November 2011), melihat pada apa yang akan diperlukan untuk menjaga pemanasan global dibawah 3.6°F (2°C), permulaan banyak negara menjanjikan untuk tetap dibawah.
“Kami sangat pesimis,” kata Richard Jones, wakil direktur eksekutif IEA dan mantan diplomat Amerika Serikat.

“Kami telah berusaha untuk memperingatkan negara-negara anggota kami,” termasuk dunia yang sudah sangat terindustrialisasi, Jones mengatakan. “hal ini menjadi semakin sulit untuk memenuhi target.”

Untuk mempunyai kesempatan yang baik tetap berada dibawah batas jumlah pemanasan, dunia hanya memiliki anggaran pengeluaran tertentu yang dapat digunakan—bernilai sama dengan sekitar 1 triliun ton emisi karbon dioksida setiap setengah abad.
Infrastruktur dunia sedang dibangun sekarang—termasuk pembangkit –pembangkit energi, bangunan-bangunan, dan pabrik-pabrik— sebagian besar berdasar pada pembakaran bahan bakar fosil, penyumbang utama emisi karbon dioksida (CO2 ), gas rumah kaca utama, laporan tercatat.

Sekali membangun, infrastruktur biasanya tetap ditempat sampai tidak digunakan lagi—jadi apa yang kita bangun sekarang akan mengunci didalam atau “lock in” emisi untuk dekade-dekade yang akan datang, IEA berpendapat.

Infrastruktur yang sudah dibangun saat ini atau langkah-langkah yang direncanakan akan, sepanjang dekade-dekade yang akan datang, mengemisikan 80% dari keseluruhan CO2 yang boleh dibebaskan oleh bumi ke udara.

Untuk menjaga emisi dibawah target tersebut, peradaban manusia dapat berlanjut dengan bisnis seperti biasa hanya untuk lebih dari lima tahun sebelum anggaran total yang diijinkan dari emisi yang akan mengunci didalam atau “lock in. Pada kasus tersebut, untuk memenuhi target untuk pemanasan, semua infrastruktur yang baru dibangun dari tahun 2017 kedepan akan diharuskan menjadi bebas emisi dengan sepenuhnya.

Kita tetap bisa bertindak pada waktunya untuk memlihara sebuah jalur yang masuk akal untuk sebuah energi masa depan yang dapat bertahan,” kata direktur eksekutif IEA Maria van der Hoeven. Bagaimanapun juga, dia menambahkan, “setiap tahun, yang penting langkah untuk semakin lebih tabah dan lebih mahal secara licik.”

Penghematan yang Salah

Kesimpulan laporannya adalah “sebuah pesan dingin yang cantik,” kata Jones. “hal yang menjadi kunci adalah mendapatkan kebijakan-kebijakan pada tempatnya menjelang tahun 2017” untuk sebuah perubahan besar menjadi infrastruktur low-karbon.
Karena penundaan yang lebih lama akan berarti bahwa lebih banyak infrastruktur yang akan harus “out to pastrue” atau diberhentikan sebelum umur hidup normal terwujud, dia menambahkan.

Dan pemberhentian infrastruktur sejak awal akan berarti bahwa mencegah perubahaniklim yang berbahaya akan menghabiskan lebih banyak uang.
Oleh karena itu, laporan tersebut membuktikan, “Penundaan tindakan merupakan penghematan yang salah.”

“Kami memperkirakan bahwa untuk setiap dolar yang tidak kamu belanjakan sekarang” pada infrastruktur low-emissions atau rendah emisi, kata Jones, “dimasa depan kamu harus mengeluarkan empat kali lipat.”

Karena mahalnya biaya dari tindakan kemudiannya, laporan tersebut mengatakan, pencapaian target iklim akan menjadi “lebih” sulit dan mahal, atau bahkan, dalam bentuk praktik politik, tidak mungkin.”

Untuk mencapai target-target ini, lebih dari setengah dari sumber energi yang telah bekerja dari sekarang harus menjadi terbarukan seperti cahaya matahari dan angin, IEA meramalkan. Untuk mempermudah jalan memperbarukan yang dengan cepat akan membutuhkan subsudi yang luas, menaikkan sebuah langkah cepat untuk mencapai $250 milyar pertahun menjelang tahun 2035—lima kali lipat dari level sekarang.

Bahkan pada level tersebut, subsidi tersebut akan menjadi lebih kecil daripada setengah sebanyak bumi dapat keluarkan sekarang dengan subsidi bahan bakar fosil, berdasarkan pada perkiraan IEA.

Pencapain target akan membutuhkan peningkatan tenaga nuklir juga. Sejauh ini, bencana Fukushima Jepang telah meredam antusiasme untuk energi nuklir di Eropa, namun ditempat lain memiliki dampak yang sangat kecil, dengan Rusia, Cina, India, dan negara-negara lain yang tetap berencana pertumbuhan secara luas energii nuklir, pernyataan dalam laporan.
Target-target iklim juga akan membutuhkan pertumbuhan penggunaan gas alam sebagai pengganti batu bara—namun IEA berpendapat bahwa hal ini akan mungkin, karena teknologi-teknologi baru seperti hydraulic fracturing telah secara drastis meningkatkan persediaan yang terbarukan.

Ruang untuk Bersiasat/Bermanuver

Karena lock-in dari infrastruktur, pencapaian target iklim merupakan golongan tinggi, kata Richard Newell, seorang ekonom energi di Universitas Duke dan mantan direktur U.S. Energy Information Administration.
“Bahkan jika ada kemungkinan secara teknis, itu tidak realistis secara ekonomi dan politik,” kata Newell.
“Kecuali kalau sesuatu yang signifikan mengubah tentang teknologi-teknologi energi, perdagangan, dan politik kita,” dia menambahkan, “jaman sekarang cenderung mengarahkan pada sebuah energi masa depan yang terlihat sangat banyak seperti sekarang. Lebih besar-sangat besar.”

Analisis IEA sampai kepada sebuah kesimpulan yang sangat mirip seperti studi yang lain, termasuk salah satu terbitan tahun terakhir di Science.
“Jelas bahwa infrastruktur energi telah ada dan tidak membiarkan kita dengan banyak ruang untuk bersiasat membandingkan iklim jaman sekarang,” kata Steven Davis, seorang peneliti iklim di Carnegie Institution for Science di Stanford, Calfornia, dan ketua penulis studi yang lebih dahulu.

“Peralihan ke infrastruktur energi yang tidak mengemisikan CO2 ke atmosfer akan memakan waktu, sesuatu yang berada dalam persediaan sesaat.”

nationalgeographic.com
translated by nofantosastro

Friday, November 04, 2011

Honeycomb Coral, Indonesia

Photograph by Mark Pickford

In waters off the Raja Ampat Islands, a honeycomb coral glows green. The archipelago is a hot spot of coral diversity—some 75 percent of all known coral species can be found there.



nationalgeograhic.com